SEMOGA BERMANFAAT dan BERKAH, AMIN...

Sejarah Berdirinya NU di Lumajang

Sejarah Nu Lumajang. Secara nasional Nahdlatul Ulama didirikan pada tahun 1926 di Surabaya, cabang-cabang pun segera berdiri di daerah-daerah.
Dengan dipelopori oleh KH. Anas Machfudz, Cabang NU Lumajang pun segera berdiri pada tahun 1934 tepat saat Muktamar NU ke 24 di Banyuwangi. Pengurus baru NU Lumajang nampaknya mampu memanfaatkan kedatangan para ulama yang menghadiri Muktamar Banyuwangi itu.

Peresmian Cabang NU Lumajang

Peresmian Cabang NU Lumajang ini ditandai dengan Pengajian Akbar bertempat di halaman Masjid Jami’ Lumajang (sekarang Masjid Agung, red.). Selain PBNU Hadratus Syeh Hasyim Asy’ari, KH. Wahab Hasbullah, dalam pengajian akbar ini juga berbicara seorang ulama dari Mesir Habib Robah yang berbicara dalam bahasa Arab yang diterjemahkan oleh KH. Wahab Hasbullah.
Jabatan ketua pada kepengurusan NU Cabang Lumajang ini juga dipegang oleh KH. Zen Idris (ayah Kyai Mahfudz) sedang Ro’is Syuriyah dipegang Kyai Ghozali dari Gambiran, sekretaris Cabang dipegang oleh KH. Anas Mahfudz.
Meskipun Kyai Mahfudz itu adalah seorang yang sangat pendiam, namun apabila berpidato sangatlah memikat dan dapat diterima oleh semua lapisan masyarakat baik yang terpelajar maupun awam.
Ketangkasannya dalam mengembangkan NU pun adalah luar biasa. Hampir setiap beliau berkeliling desa di daerah kabupaten Lumajang, dan dalam tempo beberapa bulan telah terbentuk MWC-MWC antara lain di Yosowilangun dengan ketuanya KH. Zainal Abidin, di Ranuyoso dengan ketuanya Kyai Truno Asmoro, di Randuagung dengan ketuanya KH. Muchtar, di Klakah dengan ketuanya Pak Suhud Atmorejo, Pasirian dengan ketuanya K. Machsin, Tempeh dengan ketuanya K. Tabrani, Senduro dengan ketuanya Kyai Idris dan lain-lain.

Lailatul Ijtima’ Setiap Malam Bulan Purnama

Kegiatan yang paling menonjol dan paling ampuh yang menjadi daya tarik untuk betah dan tetap aktif menjadi anggota NU pada saat itu adalah program “Lailatul Ijtima’ ” (kumpulan malam) yaitu berkumpulnya semua warga NU di Rantingnya masing-masing setiap bulan sekali yaitu pada malam tanggal 15 Qomariyah saat bulan purnama raya.
Ketua NU Ranting yang sekaligus adalah kyai di desanya secara langsung memimpin kegiatan Lailatul Ijtima’ dengan berbagai macam acara antara lain Tahlilan untuk warga dan pemimpin NU serta para leluhur dan saudara yang telah meninggal dunia.
Dengan demikian, masyarakat berkesimpulan bahwa NU itu tidak hanya ngurusi kesejahteraan anggotanya yang masih hidup tetapi juga mengurusi peningkatan kesejahteraan batin anggotanya yang sudah mati dengan bacaan tahlilan, yasinan, sholat ghoib dan sebagainya.
Saya (KH. Amak Fadhali, Red.) masih ingat acara lailatul ijtima’ itu, karena saya semasa kecil sering diajak ikut oleh ayah saya, bahkan sering pula acara lailatul ijtima’ bertempat di rumah saya.
Pada acara yang diadakan sekali sebulan inilah pembinaan anggota NU dilakukan dengan keberhasilan yang baik. Para anggota yang terpaksa tidak hadir, oleh pimpinannya diurus secara seksama, pimpinan Ranting segera bersilaturrahmi ziarah ke rumah anggota yang absen tersebut baik karena sakit ataupun karena lainnya dalam rangka pembinaan anggotanya.
Pembayaran I’anah Syahriyah dan I’anah Sanawiyah (iuran bulanan dan tahunan) berjalan sangat efektif. Anggota yang merasa punya tunggakan segera mengangkat tangan (ngacung) mengemumakan bahwa dia punya tunggakan sekian bulan.
Pembangunan Madrasah, Musholla dan lain-lain biasanya dibicarakan pada acara Lailatul Ijtima’ ini. Tak lama kemudian berdirilah Madrasah Nurul Islam Yosowilangun, Pasirian, Tempeh, Senduro dan lain-lainnya.

Kegiatan Ansor Latihan Baris Berbaris

Kegiatan ampuh kedua yang menjadi daya tarik kalangan muda adalah kegiatan Anshor Nahdlatul Ulama, disingkat Ansor. Setiap Jum’at sore warga Ansor disetiap Ranting berkumpul di halaman Madrasah atau Musholla atau lapangan untuk mengadakan latihan baris berbaris dengan berseragam Ansor.
Saya masih ingat, sebab waktu itu, bersama dengan teman-teman kecil lainnya selalu menonton dengan penuh kekaguman dan kebanggaan, betapa kompak dan gembira warga Ansor dengan seragamnya yang sangat berbeda dengan pakaian sehari-hari para santri waktu itu yang selalu sarungan.
Setiap akhir ramadhan dengan penih kegembiraan membagi-bagikan beras fitrah dari rumah ke rumah dengan pakaian seragam Ansor. Pusat kegiatan mereka adalah di Madrasah atau Musholla setempat. Sungguh sangat membanggakan bagi yang melihatnya. Mereka yang berusia sepuluh tahun ke bawah seperti saya akhirnya ditampung menjadi Athfal yang kelak kemudian hari menjadi Pandu Athfal.
Pengurus Cabang yang pertama mendirikan Ansor adalah Kyai Madani, Kyai Aminuddin, Kyai Chudlori dan lain-lain, mereka itu adalah guru-guru Madrasah Nurul Islam.
Setelah KH. Zen Idris meninggal dunia, kedudukan Ketua Cabang NU dipegang langsung oleh KH. Anas Mahfudz hingga selesai perang kemerdekaan. Urut-urutan Ketua NU Cabang Lumajang sampai masa yang akhir ini adalah:

*Tambahan data kepengurusan dari tahun 2002 – 2018 (No. 18-23 oleh Achmad Salakhuddin
Lama masa bakti dan urutan nama orangnya mungkin ada yang tidak tepat karena tidak punya data yang akurat, sedang personalianya mudah-mudahan betul, mohon maaf bila ada kesalahan. Informasi dalam hal ini saya dapatkan dari KH. Anas Mahfudz semasa sugengnya kemudkan dari K. Chudlori, H. Adnawi, K. Sulchan, K. Basuni, H. Imam Zarkasi, H. Ahmadi dan lain lain.
*) Ditulis oleh (Alm) KH. Amak Fadhali, Pernah di terbitkan di Buku dengan Judul: Gugurnya Kapten Kyai Ilyas.

Disalin dari : NU Lumajang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berikan komentar yang baik !